Tuesday, April 11, 2006

Salah satu perempuan hebat yang saya kenal

Perempuan itu adalah seorang yang sangat hebat. Saya sudah mengenalnya selama hampir 26 tahun. Pada usianya yang ke-46, suaminya mendapatkan serangan stroke yang karena sudah berulang mengakibatkan kelumpuhan permanen dan kesulitan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan.

Sejak saat itu, hampir bisa dipastikan ia tidak pernah pergi ke mana pun selain bekerja dan menjadi perawat setia bagi suaminya. Setiap jam 12 siang, setelah mengajar di sebuah sekolah dasar, ia langsung bergegas pulang dan menyiapkan nasi tim untuk suaminya. Menunggu masakan itu matang, ia salat dan berlama-lama menadahkan tangan memohon kesembuhan bagi suaminya.

Seringkali baru menjelang asar, ia makan siang. Tidak pernah ada waktu senggang, karena setelah waktu asar biasanya adalah jadwal menemani suaminya di teras rumah atau berjalan-jalan di sekitar rumah dengan kursi roda. Ataupun melatih kaki dan tangan suaminya agar tidak kaku.

Malam hari pun ia terkadang tidak bisa tidur dengan nyenyak. Susah untuk diceritakan, tapi bayangkanlah ada anggota keluarga kita yang sakit, pasti tidak ada yang bisa tidur dengan nyenyak.

Ia selalu bangun malam untuk salat tahajud. Setelah subuh pun tidak ada waktu luang karena ia harus menyiapkan bubur untuk suaminya dan sarapan untuk anak-anaknya. Jam 7 pagi ia berangkat mengajar dan pulang jam 12 siang tepat.

Dahulu, sebelum suaminya sakit, ia selalu menjadi makmum salat bagi suaminya. Kini, peran itu berganti, ialah yang menjadi imam salat bagi anak-anaknya bila anak laki2nya tidak ada di rumah.

Awal suaminya sakit, itu adalah tahun pertama anak sulungnya kuliah di salah satu universitas swasta di Jakarta. Disusul oleh anak keduanya pada tahun berikutnya, dan si bungsu 4 tahun kemudian. Kebutuhan rumah tangga, biaya kuliah, plus biaya perawatan sang suami, tidak bisa dikatakan sebagai jumlah yang sedikit. Tapi perempuan itu tak pernah mengeluh, bahkan anak-anaknya pun tidak merasakan perubahan finansial yang drastis dibanding ketika sang suami masih eksis bekerja. Mungkin perempuan itu sangat terampil menyembunyikan segala beban hidupnya, atau anak-anaknya yang terlalu "cuek"...entahlah.

Hampir tidak ada ritme kehidupan yang berubah. Setiap habis magrib, kebiasaan tadarus masih terus berlanjut. Kebiasaan sowan ke saudara juga masih berlanjut, walaupun tidak full team seperti dulu karena sang ibu pasti lebih memilih menunggui sang suami di rumah. Yang berbeda adalah rumah keluarga itu menjadi lebih sering dikunjungi oleh sanak saudara ataupun rekan-rekan kerja perempuan itu dan suaminya.

Akhirnya, saat itu tiba. Pada usianya yang ke-54, perempuan itu kehilangan suaminya untuk selama-lamanya. Tidak ada tangis histeris ataupun ratapan, hanya ada sedikit air mata ketika jenazah suaminya mulai ditimbun di liang lahat.

Kini, di usianya yang ke-56, kehidupan terus berjalan. Perempuan itu telah berhasil menghantarkan ketiga anaknya mencapai gelar sarjana. Dan ia tetap rajin mengingatkan anak-anaknya untuk ziarah ke makam sang kepala keluarga, tetap menjadi imam salat bagi anak-anaknya, dan masih terus mengabdikan diri sebagai pendidik. Kalau ada yang berubah, adalah kesehatannya yang cenderung menurun. Darah tinggi-nya sering kumat, sering pusing-pusing, dan gampang capek.

Perempuan itu adalah seorang yang sangat hebat. Saya sudah mengenalnya selama hampir 26 tahun. Perempuan itu...adalah yang sampai saat ini masih setia mengirimkan SMS, mengingatkan saya untuk makan siang. Ya.....that's MY MUM.



Untuk Ibu, orang yang sangat saya cintai dan berarti untuk hidup saya, walaupun terkadang seperti ada jurang di antara kita...Yang pasti adalah I LUV U MUM...