Tuesday, May 30, 2006

Gempa 5,9 skala Richter

Negeri ini kembali dirundung duka. Belum tuntas penanganan korban tsunami di Aceh, kita kembali dihentakkan dengan musibah gempa bumi berkekuatan 5,9 skala Richter. Gempa yang hanya berlangsung 59 detik itu mengakibatkan 5000 lebih korban jiwa (detik.com 29/05/06: 11.00 wib), ribuan korban luka, puluhan ribu korban kehilangan tempat bernaung, harta benda, dan sebagainya.

Bagi yang tidak berada di lokasi bencana, informasi atau gambaran mengenai apa yang terjadi di sana hanya terbatas yang diberitakan televisi, radio, media cetak, internet, dan media lainnya. Apa yang terjadi di lapangan sesungguhnya jauh lebih dahsyat dari apa yang sudah diberitakan. Dari apa yang kita dengar, baca, dan lihat pun sudah cukup membuat diri ini bergetar.

Tidak pernah terpikir bahwa jumlah korban jiwa akan sebanyak itu. Pada saat kejadian (Sabtu, 27 Mei 2006) sampai menjelang siang hari, jumlah korban jiwa “hanya” diberitakan sebanyak 70 orang. Tetapi angka itu terus merangkak naik, sampai akhirnya baru “ngeh” bahwa ini adalah bencana besar .

Korban yang luka-luka pun tak terhitung banyaknya. Rumah sakit yang ada tidak mampu menampung korban luka yang terus berdatangan. Korban-korban luka pun dirawat seadanya di lapangan parkir, di rumput, di jalan raya dengan beralaskan baju mereka sendiri. Sebagian besar sudah sepuh dengan luka yang terus mengeluarkan cairan merah. Korban yang tidak terluka pun memilih berada di luar rumah atau ruangan. Selain karena memang rumahnya sudah hancur, ada juga yang karena ketakutan adanya gempa-gempa susulan. Saat malam tiba, mereka tidur di tenda-tenda terbuka yang tak mampu melindungi dari hujan dan dinginnya malam.

Negeri kita memang rawan bencana karena berada di pertemuan lempeng. Tapi kita juga tidak diajarkan untuk pasrah. Pada hakekatnya Allah menciptakan alam semesta untuk kebaikan umat manusia. Manusia dituntut untuk mempelajari kejadian-kejadian di alam untuk kesejahteraan manusia. Kita tidak bisa lari dari bencana, tapi kita bisa mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan. Bisa dilakukan dengan mendesain rumah-rumah yang tahan gempa, menghindari bertempat tinggal di tempat-tempat yang rawan (longsor, banjir, dll).

Yang tak kalah pentingnya adalah kita bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian. Melakukan muhasabah (introspeksi), lebih mendekatkan diri kepada Allah. Karena kematian bisa datang kapan saja dan di mana saja. Ajal adalah rahasia Allah, tidak ada satu manusia pun yang bisa mengetahui kapan waktunya. Sepatutnya setiap orang mempersiapkan diri dan berharap semoga dikaruniai husnul khotimah.

Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS. Al-Anfaal: 25)

Rasulullah bersabda: “Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu musibah, lalu mengucapkan innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kita kembali), kemudian berdo’a Alloohumma’jurnii fii mushiibatii wa akhlif lii khoiron minhaa’ (Ya Allah, berilah aku pahala karena musibah yang menimpaku ini dan berilah aku ganti dengan yang lebih baik daripadanya), melainkan Allah akan mengabulkan do’anya.”

1 comment:

Awan Diga Aristo said...

Assalamu'alaikum...

semoga kita bisa belajar menjadi hamba-hambaNya yang bersabar, senantiasa bersyukur, dan semoga bangsa ini bisa semakin mendekatkan diri pada Allah ya mbak...